SIKAP DAN PERILAKU HAKIM INDONESIA TERCERMIN DALAM LAMBANG JABATAN HAKIM YAITU LAMBANG CAKRA YANG DISEMATKAN DI DADA KIRI HAKIMDitulis oleh: Akbar Fariz Tandjung, S.H. (Calon Hakim Pengadilan Negeri Pamekasan)
Dalam memahami lambang kartika ini, maka seorang hakim haruslah insan yang percaya dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan lambang ini, maka seorang hakim diharapkan menjadi seorang insan yang taat melaksanakan ajaran agamanya dengan baik, sehingga hakim dapat dekat dengan Tuhan, dan mampu menerima cahaya keadilan dari Tuhan (keadilan ilahiyah) untuk kemudian mentransformasikannya menjadi keadilan sosial yang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab (keadilan insaniyah). Karena hakim disebut juga sebagai wakil Tuhan, dengan dekat Tuhan hakim diharapkan dapat memberikan keadilan yang mendekati dengan keadilan Tuhan (keadilan ilahiyah); Dalam setiap putusan hakim ada irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” artinya putusan tersebut akan dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada pihak dalam perkara, masyarakat luas, namun juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan sebelum mengambil putusan, semestinya seorang hakim harus berkontemplasi untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa agar dalam mampu memberikan putusan yang adil.
Cakra ini dimaknai dengan adil. Dalam memahami lambang ini, maka seorang hakim dituntut untuk berani menegakkan keadilan. Dalam kedinasan seorang hakim, maka harus adil, tidak berprasangka atau berat sebelah (memihak), bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan, memutus berdasarkan keyakinan hati nurani, siap mempertanggungjawabkan kepada Tuhan. Di luar kedinasan, hakim harus saling harga menghargai, tertib dan lugas, berpandangan luas, dan mencari saling pengertian;
Candra berarti bijaksana / berwibawa; Dalam memahami lambang ini, hakim dalam kedinasan harus berkepribadian, bijaksana, berilmu, sabar, tegas, berdisiplin, penuh pengabdian pada pekerjaan. Di Luar kedinasan, hakim harus dapat dipercaya, penuh rasa tanggung jawab, menimbulkan rasa hormat, anggun dan berwibawa.
Sari dimaknai dengan Budi Luhur atau kelakukan tidak tercela Dalam memahami lambang ini, maka hakim dalam kedinasan harus memiliki sifat tawakal, sopan, ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas, bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan), dan tenggang rasa. Di Luar kedinasan maka hakim harus berhati-hati dalam bergaul, sopan dan menjaga susila, menyenangkan dalam pergaulan masyarakat, tenggang rasa, dan selalu menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.
Tirta dimaknai dengan jujur; Dalam memahami lambang ini, seorang hakim dalam kedinasan harus bersikap jujur, merdeka (independen), berdiri diatas semua pihak yang berkepentingannya bertentangan, tidak membeda-bedakan orang, bebas pengaruh dari siapapun juga, sepi ing pamrih, tabah. Di Luar kedinasan, seorang hakim tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan serta jabatannya, tidak boleh berjiwa mumpung (dalam konotasi negatif), dan harus waspada. |
SIKAP DAN PERILAKU HAKIM INDONESIA TERCERMIN DALAM LAMBANG JABATAN HAKIM YAITU LAMBANG CAKRA |
Resume Buku Peran Aktif dalam Perkara Perdata | |
Resume Buku Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld) | |
Resume Buku Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif) |