Good News is A Good News:
Sebuah Retrospeksi Institusi Peradilan di Indonesia
Sahala David Domein, S.H.
Calon Hakim pada Pengadilan Negeri Pamekasan
E-mail: domein.david@gmail.com
Pendahuluan
Jangan menilai buku dari sampulnya, suatu peribahasa yang mengajarkan kita untuk tidak menilai sesuatu dari apa yang tampak dari luar. Tetapi tentu tak terhindarkan citra suatu institusi sangat mempengaruhi perspektif terhadapnya. Lalu bagaimana dengan penilaian masyarakat terhadap citra institusi peradilan? Kompas baru saja merilis hasil survei litbang Januari 2025 yang menggambarkan citra dan tingkat kepuasan publik pada lembaga penegak hukum. Secara umum memang terdapat peningkatan pada seluruh lembaga penegak hukum, di mana Mahkamah Agung dengan nilai citra kelembagaan 65,5% masih berada di bawah Kejaksaan Agung dengan nilai citra kelembagaan 69,1%.[1] Hasil survei ini bersesuaian juga dengan rilis dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan tingkat kepercayaan publik kepada lembaga dalam pemberantasan korupsi, yaitu bahwa Pengadilan dengan persentase tingkat kepercayaan 73% berada di bawah Kejaksaan Agung dengan persentase 77%.[2] Apakah citra ini bisa menjadi gambaran untuk keseluruhan kondisi yang terjadi saat ini?
Menyambut pelaksanaan Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI sambil memasuki tahun 2025, kita nyatanya masih terbesit di benak kita berbagai permasalahan yang diangkat mengenai Mahkamah Agung RI dan badan peradilan di bawahnya selama satu tahun ke belakang. Sorotan media begitu tajam, umpan balik masyarakat sangat kritis, dan tuntutan akan transparansi serta akuntabilitas semakin besar. Mulai dari kasus korupsi yang melibatkan hakim dan pejabat pada lingkungan Mahkamah Agung RI, tuntutan kesejahteraan para hakim, ancaman tindakan contempt of court atau obstruction of justice. Seorang mahaguru sempat menyatakan bahwa pada mekanisme penyelesaian sengketa di Pengadilan yang bersifat memenangkan salah satu pihak akan selalu meninggalkan pihak yang kalah merasakan ketidakadilan, karena adil itu bersifat subjektif. Hal ini berkontribusi pada lanskap yang kompleks dan menantang bagi institusi peradilan.
Good News is a Good News
Laporan Tahunan Mahkamah Agung yang menunjukkan citra institusi peradilan dalam berbagai capaian dan kinerja, inovasi dan upaya-upaya positif selama satu tahun ke belakang seringkali dianggap tidak menarik untuk diberitakan. Dalam lanskap media yang didominasi oleh berita negatif, kita diingatkan kembali penyampaian oleh Ketua Mahkamah Agung RI, YM Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H.: “..sebelumnya hanya berita buruk yang memiliki nilai jual yang tinggi, maka saat ini berita baik juga menempati porsi nilai jual yang tinggi.”. Good news is a good news, tren pemberitaan positif semestinya memberikan informasi yang konstruktif kepada masyarakat, bukan pemberitaan apokaliptik terhadap kondisi institusi peradilan saat ini. Pemberitaan positif dapat memberikan harapan, menginspirasi, dan memotivasi insan peradilan untuk terus meningkatkan kinerja. Namun demikian saat ini tergugah dengan pemberitaan negatif dan kontroversial.
Kecenderungan ini dikenal dalam ilmu psikologi sebagai negativity bias, yaitu kecenderungan otak manusia untuk memberikan porsi perhatian lebih besar pada hal-hal negatif. Bukan tidak beralasan, tentu kita tidak menaruh perhatian terhadap sesuatu jika tidak ada permasalahan yang terjadi. Hal ini didorong insting primal untuk waspada dan mempertahankan diri dari suatu permasalahan. Terlebih lagi pemberitaan negatif seringkali lebih menggugah emosi pendengar sehingga respon emosional ini mendorong untuk terus mengikuti perkembangan berita, membagikan atau mendiskusikannya dengan orang lain. Misalnya saja pada pertengahan tahun 2024 kita dikejutkan dengan penangkapan terhadap beberapa hakim dalam kasus yang melibatkan penyelesaian perkara. Pemberitaan tersebut terus bertahan dan didiskusikan sampai saat ini, dibandingkan dengan pemberitaan tentang inovasi dan capaian Mahkamah Agung RI yang tidak menjadi pembicaraan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
Retrospeksi kinerja peradilan di Indonesia pada tahun 2025 memberikan gambaran yang kompleks dan penuh tantangan. Namun, di tengah berbagai permasalahan, terdapat pula harapan dan potensi untuk melakukan perbaikan yang signifikan. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI yang telah dilaksanakan pada 19 Februari 2025 menyampaikan banyaknya capaian kinerja Makamah Agung RI selama tahun 2024. Rasio produktivitas memutus perkara yang mencapai 99,26% dari beban perkara sejumlah 31.138 perkara, yang mana rasio ini konsisten dipertahankan selama 5 tahun berturut-turut. Dari kesemuanya itu, 96,50% telah selesai dalam waktu kurang dari 3 bulan, yang merupakan capaian tertinggi dalam sejarah Mahkamah Agung RI. Tidak hanya di tingkat Mahkamah Agung RI, pada pengadilan tingkat pertama juga memperoleh capaian yang baik. Dari beban perkara sejumlah 2.991.747 perkara, telah diselesaikan dengan jumlah 2.918.625 perkara atau dengan rasio produktivitas 97,56%.
Penutup
Pemberitaan baik tidak berarti menutupi atau mengabaikan masalah yang ada. Justru sebaliknya, pemberitaan positif harus disertai dengan analisis yang kritis dan konstruktif terhadap tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh institusi peradilan. Dengan demikian, pemberitaan dapat menjadi sarana untuk mendorong perbaikan dan perubahan yang positif. Dengan perspektif tersebut, kita juga harus menyadari bahwa pemberitaan negatif juga memiliki posisi dalam mendorong perubahan. Mahkamah Agung RI harus mengambil posisi yang baik, tidak cukup hanya mendorong pemberitaan positif, tapi juga terus berupaya menyikapi pemberitaan negatif secara positif. Kiranya Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI dapat memberikan harapan dan dorongan agar setiap pejabat dan aparatur dalam institusi peradilan dapat meningkatkan kinerja dan menjawab setiap pemberitaan negatif, sesuai dengan tema: ‘Dengan Integritas, Peradilan Berkualitas’.
[1] Norbertus Arya Dwiangga Martiar, “Citra dan Kepuasan Publik, Kaca Benggala bagi Lembaga Penegak Hukum” https://www.kompas.id/artikel/citra-dan-kepuasan-publik-kaca-benggala-bagi-lembaga-penegak-hukum, diakses 18 Februari 2025
[2] Lembaga Survei Indonesia (LSI), “Rilis LSI 09 Februari 2025”, https://www.lsi.or.id/post/rilis-lsi-09-februari-2025, diakses 18 Februari 2025.